Minggu, 17 November 2013

PENGENDALIAN BABI HUTAN SEBAGAI HAMA TANAMAN AKIBAT KETIDAKSEIMBANGAN EKOSISTEM DI UPT RENAH KANDIS, PAGARJATI, BENGKULU


Ditulis Oleh : DM.ALam, STP

            Bengkulu merupakan salah satu provinsi yang terkenal dengan banyaknya jumlah babi yang menyerang tanaman warga, bahkan di pemukiman penduduk pun menjadi sasaran serangan babi. Bengkulu memiliki kawasan hutan cukup luas maka tidak mengherankan banyaknya jumlah babi berkeliaran. Terutama saat ini, hutan-hutan yang ada umumnya bukan hutan primer tapi hutan belukar yang disukai babi hutan. Hutan belukar ini umumnya tidak produktif, bekas kebun penduduk atau lahan yang sudah tidak digarap lagi. Jenis babi yang menjadi hama di Bengkulu adalah babi hutan, dikenal dengan sebutan “celeng”.
 
   Gambar 1. Kondisi Perbukitan dan Hutan di Renah Kandis   
       Lokasi inilah yang saat ini menjadi lokasi transmigrasi karena semakin sulitnya pengadaan lokasi untuk pemukiman. Ketidakseimbangan ekosistem seperti rantai makanan yang mulai terputus, berkurangnya harimau dan ular sebagai pemangsa babi hutan mengakibatkan semakin banyaknya jumlah babi hutan. Serangan babi yang merusak tanaman menjadikannya tergolong hama begitupula bagi masyarakat transmigrasi.  Tanaman yang rusak sebelum waktu panen tiba menurunkan pendapatan masyarakat setempat.
            Pengendalian yang dilakukan saat ini umumnya dengan memburu dan mematikannya (membunuh) dengan benda tajam, cara ini membutuhkan banyak tenaga, waktu dan hasil buruan rendah. Pengendalian yang efektif dan efisien dengan jaring jerat diikuti gropyokan. Pengendalian hama babi ditujukan untuk mengurangi masalah hama yang merusak tanaman pertanian. Lokasi transmigrasi yang berpeluang terserang hama babi membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas untuk mencegah dan mengendalikan bertambahnya hama babi. Hal inilah yang mendorong Balatrans Bengkulu memprogramkan pelatihan Pengendalian Hama Babi. Kegiatan ini didukung BBPLK (Balai Besar Pengembangan Latihan Ketransmigrasian) Jakarta dengan memonitor kegiatan pelatihan yang dilaksanakan 9 – 13 Oktober 2012 di UPT Renah Kandis, Kecamatan Pagar Jati, Kabupaten Bengkulu Tengah, Provinsi Bengkulu. Kabupaten Bengkulu Tengah merupakan pemekaran dari Bengkulu Utara, dengan ibukota Karang Tinggi, Kabupaten ini dibentuk berdasarkan Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2008.
            Tujuan kegiatan monitoring ini diantaranya untuk mengetahui proses pelaksaanaan pelatihan, apakah sudah sesuai dengan modul yang disusun oleh BBPLK dengan penerapannya di lokasi, mengetahui sejauhmana manfaat dan efektivitas pelatihan dan kerjasama masyarakat. Monitoring ini pun untuk perbaikan modul ke depan agar sesuai dan mudah diterapkan di lokasi, sebagai acuan pelatihan sejenis di lokasi lain.Sasaran pelatihan pengendalian hama babi diantaranya agar diketahuinya kendala-kendala yang ditemui dalam pelaksanaan, terdeteksinya berbagai aspek permasalahan dalam proses pelaksanaan dan penerapan modul, teridentifikasi kebutuhan masyarakat, diketahui  kemampuan sumber daya alam, sumber daya manusia  dan sumber daya buatan yang mndukung jalannya pelatihan. Babi hutan di Indonesia terdapat berbagai jenis diantaranya :
                                              Tabel 1. Jenis Babi Hutan di Indonesia
No.
JENIS BABI
CIRI-CIRI
GAMBAR
1.
Babi Putih
(Sus Scrofa.L)
Bertubuh besar (100-200 kg), panjang mencapai 2 meter, tinggi sekitar 75 cm, leher panjang,bagian kepala ditumbuhi rambut/bulu lebat dan panjang, punggung/pantat lebih lebar dari dada

2.
Babi Abu-Abu
(Sus barbatus.M)
Bertubuh sedang (< 120 kg), panjang (< 150 cm), leher pendek, rambut/bulu agak kasar dan panjang tumbuh pada bagian atas leher sampai punggung, bagian punggung/pantat lebih lebar dari dada

3.
Babi Hitam
(Sus vemucocus .M)
Tubuh kecil, pendek, ramping, berat 60 kg,panjang tubuh (< 100 cm), rambut/bulu berwarna hitam, kasar, kaku dan pendek, tumbuh di atas leher sampai punggung, leher sangat pendek, bagian punggung/pantat lebih sempit daripada dada.


Habitat sebagai tempat hidup, tempat bermukim, tempat membuat sarang dan tempat beristirahat saat babi hutan tidak mencari makan, antara lain:
a.  Hutan primer atau belukar, umumnya masih lebat, terdapat berbagai jenis tumbuhanyang tinggi dan besar dan banyak semak belukar
b.  Hutan kecil, hutan yang tidak terlalu luas, terdapat berbagai jenis tumbuhan yang  tidak besar, belum terlalu tinggi, ditumbuhi semak belukar.
c.   Semak belukar, area yang ditumbuhi semak-semak, tidak terdapat pohon yang tinggi.
d.   Padang alang-alang yang dekat dengan sumber makanan 
Beberapa hal-hal penting dari kegiatan monitoring diantaranya:
1.    Informasi di Lapangan 
a. Rendah Kandis adalah daerah yang dikelilingi hutan dan bukit yang banyak ditumbuhi tanaman sawit, karet, kopi, dan durian.
b.Batas wilayah UPT Renah Kandis di sebelah utara berbatasan dengan Desa Talang Dono, sebelah selatan dengan Desa Karang Are, sebelah barat dengan Desa Renah Kandis dan di sebelah Timur dengan Tebing Linggau dan PT RAA (Riau Agri Andalas).
c. Kondisi lokasi yang dikelilingi hutan dan bukit memungkinan babi hutan berkembang biak dan menjadi hama bagi tanaman warga. Di lokasi ini sebagian sawitnya dikelola oleh PT RAA (Riau Agri Andalas).
d.  Renah Kandis merupakan lokasi yang subur dan memiliki sumber mata air yang jernih. Saat ini terdapat 4 (empat) bak penampung air yang mampu mengaliri setiap rumah warga.
    

Gambar 2. Bak Penampungan air dari mata air 
yang disalurkan melalui pipa ke rumah warga

e. Jalan masuk ke lokasi ini cukup sulit dilewati saat hujan karena licin, bergenang dan tidak rata sebagian jalan menanjak berbatu. Jalan desa tergolong cukup bagus, rata dan akan ada perbaikan dari Pemerintah setempat.

  

Gambar 3. Kondisi jalan masuk ke lokasi renah kandis
 (jalan sebagian bergenang, licin dan tidak rata)

f.   Aksebilitas ke lokasi ini, yaitu:  
                                       Tabel 2. Aksebilitas ke lokasi
Akses ke-
Jarak (Km)
Sarana Angkutan
Waktu
Tempuh
Kondisi Jalan
Prov. Bengkulu
50
roda 2 dan 
roda 4
+ 1 jam
Jalan aspal
Kab.Bengkulu Tengah
40
roda 2 dan 
roda 4
+ 2 jam
Jalan aspal
Renah Kandis – Kec.Pagar Jati
15
roda 2 dan 
roda 4
+ 2,5 jam
Jalan tanah
g. Lokasi transmigrasi  di daerah ini, terdiri dari 4 (empat) blok yaitu A, B, C dan D. Blok A yang terdekat dari desa Rendah Kandis hanya berjarak + 1-2 km. Kondisi ini secara sosial ekonomi mempermudah warga transmigran UPT Renah Kandis.
h. Kegiatan pelatihan dihadiri oleh Kepala Balatrans Bengkulu dan Kades Renah Kandis.
  
Gambar 4. Kegiatan Pelatihan Pengendalian Hama Babi
dihadiri oleh Kabalatrans dan Kades Renah Kandis

i.   Tempat pelatihan sangat darurat, hanya dibuat dari terpal oleh warga sehingga bocor saat hujan turun. Kegiatan pelatihan terutama pemberian teori menjadi terganggu karena kondisi tersebut.

  
Gambar 5. Kondisi kelas sangat darurat
(dibuat seperti tenda dari kayu dan terpal dan bocor ketika hujan )

2.    Permasalahan di lokasi
a.    Hama babi yang merusak tanaman warga
    Warga transmigrasi di Renah Kandis mengeluhkan keberadaan babi hutan. Tanaman warga banyak yang terserang babi hutan terutama sawit dan singkong menjelang malam hingga dini hari. Penanganan dari Pemerintah setempat terhadap hama babi hutan belum ada sehingga warga masyarakat hanya mengandalkan cara tradisional.
b.    Cara tradisional secara individu
     Warga trans dari Pulau Jawa belum terbiasa menangani keberadaan babi hutan yang setiap waktu mengintai. Terlebih daerah-daerah di  Bengkulu terkenal dengan populasi babi hutan yang masih besar. Mereka dapat belajar dari warga sekitar, terutama dari desa Renah Kandis dengan cara tradisional yang umumnya digunakan diantaranya:
1)  Memasang baju bekas atau orang-orangan sawah di pohon, ranting, dan tengah area pertanian dengan dikaitkan tali penarik, ditambah dengan kaleng-kaleng bekas berisi batu yang digantungkan sehingga berbunyi saat ditarik, jika babi hutan mendengar bunyi gaduh maka akan pergi.
2)  Bambu dibelah dua, bagian dalamnya menjadi bagian luar, ditancapkan ke tanah berbentuk lengkungan setengah lingkaran, penancapan dibuat berselang seling antara satu bambu dengan lainnya. Jika babi hutan menabrak pagar ini diharapkan akan terpelanting.
3)  Menggunakan rambut manusia yang dibakar, dikumpulkan dari tukang pangkas, kemudian dijepit di bambu yang dibilah ujungnya, ditancapkan bambu-bambu tersebut berkeliling memagari area pertanian. Babi umumnya tidak bau menyengat seperti rambut dibakar, wewangian berbau menusuk dsb.
4)  Menyebarkan kotoran kambing dan air seni manusia di dekat pagar tanaman, diharapkan babi akan menyingkir karena bau kotoran tersebut.
5)  Mengecat batang sawit dengan kapur barus, diharapkan babi akan menyingkir karena bau kapur barus yang kuat.
      Cara tradisional tersebut cukup efektif akan tetapi umumnya masih dilakukan secara individu sehingga masih terbatas pengendalian di area tertentu, belum menyeluruh di area yang lebih luas. Umumnya dipasang di tempat-tempat yang selalu dilewati babi hutan karena babi selalu melewati jalan yang sama.
3.      Pelaksanaan Pelatihan
a.  Teori Pelatihan Pengendalian Hama Babi dan Materi Modul
1)  Pelatihan ini berjudul ”Pengendalian Hama Babi” karena lebih mengedepankan praktek pemburuan babi. Kegiatan praktek dibantu oleh 2 (dua) orang pemburu terlatih sebagai narasumber. Secara teori sebagian masyarakat di Bengkulu dianggap sudah mengerti dan terbiasa berhadapan dengan babi hutan. Teori diberikan oleh PSM Balatrans sekilas tentang pengenalan jenis babi, tanaman yang tidak disukai dan disukai oleh babi dan cara pemasangan perangkap (lapon).

           Gambar 6. Pemburu terlatih dan pengajar (PSM) Balatrans Bengkulu 
sebagai narasumber memberikan materi strategi penangkapan dan pemasangan lapon/jerat hama babi
  
2)  Materi pelatihan ditambah cara pembuatan pagar dari kawat.
  
          Gambar 7. Praktek Pembuatan Pagar Kawat

3)  Pelatihan ini belum sepenuhnya menggunakan modul dari BBPLK, tim pengajar menggunakan buku ajar tambahan. Buku ajar tersebut terbitan PT Safari Indah Lestari bekerjasama dengan Universitas Bengkulu terbitan tahun 1994 dan karangan PSM Bengkulu (Bpk. Zupianuddin, SPd). Pelatihan ini menjadi rintisan, untuk contoh atau acuan pelatihan sejenis di tempat lain.
b.   Pelaksanaan Praktek
1)   Praktek penangkapan babi dilakukan di siang hari secara berkelompok dengan 30 peserta menjadi satu tim, menggunakan strategi penggiring dan penyerang, dibantu oleh para pemburu sebagai pembuka jalan dan anjing pelacak.

Gambar 8. Anjing pelacak membantu membuka jalan

2)  Penggunaan metode buser menggunakan lapon (jerat) menjadi pilihan karena menghemat tenaga, biaya dan waktu. Pemasangan lapon di tempat-tempat yang berpotensi dilewati babi. Lapon yang digunakan berdiameter pangkal antara 40-60 cm dan bagian ujungnya sekitar 20 cm. Lapon dikaitkan kuat-kuat pada kedua sisinya di tonggak, batang atau bagian dahan kayu yang tegak.  
   
               
Gambar 9. Lapon (jerat)

3) Metode buser ini bertujuan menangkap babi dalam keadaan hidup. Metode pengendalian yang umum diterapkan biasanya berburu dengan tombak, panah, senapan, lubang jebakan dan umpan beracun dianggap menguras tenaga, biaya dan waktu dan beresiko mendapat serangan balik dari babi ditambah hasinya pun    rendah.
4)   Tahapan metode buser menggunakan lapon adalah:
ü    Pelacakan keberadaan babi, dibantu oleh pemburu dan 6 (enam) orang peserta yang berpengalaman.Pelacakan dengan melihat bekas telapak kaki pada sarang, semak, alang-alang dan daun-daun yang rebah.Aliran air bekas mandi babi, dan tanah bekas babi berguling. Jejak kaki betina nampak runcing nyata sedangkan jejak kaki jantan tampak belah. Tampak pada gambar berikut:
Gambar 10. Jejak kaki babi hutan

ü   Penggropyokan dengan dilengkapi pengaturan strategi, setelah lapon dipasang, perburuan dimulai pada sisi berhadapan dengan lapon, anjing pemburu dilepas di area saat pemburuan dimulai.
ü  Perburuan dilakukan mengarah pada posisi lapon dengan diiringi kode siul, didukung dengan suara para pemburu dan anjing pemburu untuk menggaduhkan suara ketika babi hutan mulai mengarah ke lapon.
ü  Kondisi gaduh ini mampu mengacaukan konsentrasi babi hutan agar tidak memperhatikan lapon dan mudah masuk ke dalam lapon.
ü  Akan tetapi jika menempatkan pemburu di sekitar lapon, ia tidak boleh berteriak karena akan membuat babi takut dan menjauh. Posisinya hanya berfungsi untuk memukul kepala babi setelah masuk lapon, tepat di hidung agar tidak bersuara.
5)    Selama pelatihan hanya memperoleh 2 (dua) ekor babi betina, selebihnya lolos dari perangkap karena masyarakat kurang bekerjasama, kurang kompak dan cenderung belum berani menghadapi babi. Padahal jika menjadi hama, babi yang dapat tertangkap di daerah lain di Bengkulu mencapai minimal  6 -7 ekor per hari. Area hutan yang terlalu luas pun menjadi kendala sehingga menyulitkan penangkapan.
   
Gambar 11. Kegiatan Praktek Pemburuan Babi Hutan

6) Kendala lain karena minimnya pengetahuan, pengalaman dan ketrampilan berburu.Sistem pemburuan masih dilakukan serentak bersamaan 30 peserta menjadi (satu) tim. Akan lebih efektif jika dibuat 5-6 kelompok yang dikompetisikan untuk menangkap babi sehingga mereka lebih aktif dan kompak.
7)  Penerapan metode imbas dengan mewajibkan 1 (satu) peserta mengajak 3 (tiga) orang warga bertujuan untuk melibatkan seluruh masyarakat. Akan tetapi praktek di lapangan menjadi kurang efektif dan terorganisir dengan baik karena tidak semua aktif bergerak bersama.


Gambar 12. Penerapan Metode Imbas
c.  Penanganan Limbah Babi
1) Babi yang sudah masuk perangkap, diikatkan empat kakinya pada sebilah bambu atau kayu panjang, agar babi diam dan tidak bersuara biasanya dipukul di bagian kepalanya.
2)Babi yang tertangkap, dibiarkan tetap hidup, dibawa keluar hutan untuk diperlihatkan ke warga. Babi yang masih dalam keadaan kaki terikat, dibiarkan terbaring di tanah dan terkena paparan sinar matahari agar babi menjadi lemas.
3)Babi yang dibiarkan lama terbaring dengan kondisi luka-luka di tubuh akan mengeluarkan bau busuk, terlebih jika sudah mati maka selanjutkan segera dikubur.
4)Para pemburu terlatih umumnya bekerjasama dengan kebun binatang untuk mensuplai daging babi hutan sebagai makanan hewan di Kebun Binatang Safari. Pemesan lain dikirim ke Medan dan Korea setelah dipotong, dikemas dan dibekukan.
5) Apabila jumlah babi hutan yang tertangkap berjumlah banyak, warga dapat bekerjasama dengan kelompok pemburu menjadi penyuplai daging babi hutan tangkapan.(DMA)